Pada praktiknya pengembangan diri tidak mudah dan memerlukan waktu yang cukup lama. Selain itu, secara personal kita punya potensi yang sudah kita bawa sumber dayanya sejak kita lahir. Bisa jadi sumber daya tersebut masih di bawah permukaan atau belum terlihat, ini bisa kita latih dan kembangkan.
“Tantangan yang kita hadapi dalam proses pengembangan diri dihadapkan pada tiga bagian. Yang pertama yaitu distraksi, baik secara internal seperti sulit mengelola diri, maupun eksternal yang dapat dipengaruhi dari penggunaan teknologi juga lingkungan sekitar. Hal ini bisa diatasi dengan konseling bersama tenaga profesional juga membangun kebiasaan.” jelasnya.
Lebih lanjut, Eunike menjelaskan jika tantangan dalam proses pengembangan diri dipengaruhi pula oleh inkonsisten, yang terjadi karena belum menentukan tujuan atau belum siap keluar dari zona nyaman. Hal ini bisa diatasi dengan eksplor diri untuk mencari makna dan tujuan hidup, juga lakukan hal-hal kecil dan mudah lebih dulu.
Lalu, ada pula tantangan berupa unsupported, di mana pada proses pengembangan diri terdapat kurangnya dukungan dari orang-orang sekitar, hingga kurangnya akses ke mentor atau tenaga profesional kesehatan. Hal ini bisa diatasi dengan membatasi interaksi dengan orang-orang yang tidak mendukung, juga aktif mengikuti berbagai komunitas dan webinar.
Selain itu, Eunike juga menjelaskan jika ada beberapa hal yang dapat membantu proses mengembangan diri, seperti self care habits yang mencakup menjaga pola makan, olah raga, hingga meditasi. Lalu, morning pages routines, yaitu bagaimana kita terkoneksi pada diri sendiri dengan meluangkan waktu setiap pagi untuk menuliskan apa yang dipikirkan tanpa menyensor apa pun. Hal ini dilakukan untuk dapat melatih ekspresi pemikiran kita untuk keluar. Selain itu, berfungsi juga untuk meningkatkan penerapan time management, yaitu membuat waktu dan jadwal berdasarkan prioritas, juga membatasi multitasking.
Sementara, Mei Shin Manalu yang menjelaskan bagaimana pentingnya penciptaan karakter tokoh pada sebuah karya tulis. Mei Shin Manalu menjelaskan jika penentuan karakter tokoh perlu ditentukan dan dibuat dengan baik. Dalam penciptaan karakter tokoh perlu dipilih mulai dari penggambaran fisik, seperti usia, gender, warna kulit, aksesoris yang dipakai agar bisa menyamakan persepsi antara kita sebagai penulis dan pembaca.
Lalu, dari segi psikologi dan juga sosiologis, yaitu pemilihan tempat tinggal tokoh, pilih lokasi yang sesuai agar bisa menentukan struktur sosialnya dan mengeksplorasi lingkungannya. Hal ini dilakukan agar penggambaran tokoh yang kita buat terlihat lebih hidup.
Selain itu, Mei Shin Manalu juga menjelaskan pemahaman mengenai pengembangan diri dari kacamata penulis. “Bukan hanya cerita kita yang berkembang, tapi karakter yang kita buat juga butuh pengembangan. Bukan perubahan yang bertolak belakang dengan deskripsi mengenai karakteristik tokohnya yang dibawa sejak awal, tapi perubahan yang ditempa oleh konflik.” jelasnya.
Webinar ini diadakan secara gratis untuk umum oleh Cabaca dan komunitas Love Yourself Indonesia yang bergerak di layanan kesehatan mental. Diharapkan melalui webinar ini baik peserta umum maupun calon peserta kontes menulis novel “Kisah Para Puan” mendapatkan insight lebih jauh mengenai topik pengembangan diri dan juga karakter tokoh dalam sebuah karya tulis.
Seperti yang dikatakan oleh Fatimah Azzahrah, Co-Founder Cabaca, menulis adalah kegiatan penting dalam peradaban dan juga jadi usaha memahami manusia. “Karena itulah kami pikir, penting bagi seorang penulis untuk memahami dan mengembangkan dirinya lebih dahulu sebelum menuliskan cerita dengan karakter yang menarik,” ungkapnya
Ia berharap, lomba menulis yang diadakan Cabaca ini juga mampu mewadahi lahirnya banyak karya dengan karakter perempuan yang kuat, seperti yang diharapkan, tapi juga tetap menggambarkan betapa tidak sempurnanya manusia.