Tujuan menjalani hidup bukan hanya untuk merasakan kebahagiaan sesaat atau terpaku pada standar yang berlaku di lingkungan sosial. Terpenting yang perlu diterakan adalah membangun kehidupan yang mindfulness agar segala sesuatunya terasa bermakna dan berharga.
Tidak terkecuali dengan kebahagiaan yang berasal dari hal-hal kecil dan sederhana. Namun, sayangnya masih banyak orang gagal membangun kehidupan yang mindfulness. Alih-alih memperoleh kebahagiaan dalam jangka panjang, kehidupan justru penuh masalah. Fenomena demikian menarik untuk diketahui lebih lanjut. Kurang lebih, terdapat lima hal yang menjadi sebab mengapa kamu gagal menciptakan kehidupan yang mindfulness.
1. Kecanduan validasi sosial
Menjalani hidup tentu kita ingin merasakan momen yang bermakna. Inilah yang dimaksud dengan kehidupan mindfulness. Kebahagiaan tidak hanya diukur berdasarkan pencapaian sesaat, namun demikian, tidak jarang seseorang justru gagal menciptakan kehidupan yang mindfulness. Sudah pasti ada sebab-sebab di baliknya.
Salah satunya karena kecanduan validasi sosial. Ia berusaha hanya untuk memenuhi tuntutan dan standar yang berlaku di lingkungan masyarakat. Namun tidak menyesuaikan kembali dengan prinsip dan nilai-nilai yang dianut. Meskipun meraih pencapaian sesuai yang diinginkan, namun tidak terdapat kepuasan di dalamnya
2. Hanya mengukur Kebahagiaan dari segi materi
Tanpa disadari kita kerap mengukur kebahagiaan hanya dari segi materi. Kekayaan berlimpah dijadikan sebagai tolok ukur kehidupan yang sejahtera. Namun, kita mengesampingkan faktor-faktor lain yang jauh lebih penting. Contohnya ketenangan mental dan pikiran. Menjalani hidup dengan cara seperti ini juga memiliki akibat tersendiri.
Ketika seseorang mengukur kebahagiaan hanya dari segi materi, maka akan gagal menciptakan kehidupan yang mindfulness. Mengedepankan sikap dan pola pikir materialistis hanya akan membebani diri. Kita akan terjebak pada ekspektasi yang tidak masuk akal, kemudian merasa terbebani atas tuntutan-tuntutan tersebut.
3. Hanya mau menghargai pencapaian dalam skala besar
Kehidupan tidak hanya diisi pencapaian dalam skala besar. Tapi banyak hal-hal kecil yang bermakna dan patut diapresiasi. Menjadi hambatan tersendiri saat kita menjadi individu yang hanya mau menghargai pencapaian dalam skala besar saja. Sedangkan pencapaian secara bertahap tidak dianggap sebagai simbol kemajuan.
Sikap dan pola pikir demikian ini yang membuat kamu gagal menciptakan kehidupan mindfulness. Ketika pencapaian kecil diabaikan, kehidupan akan terasa hambar. Kita merasa jenuh dan terjebak di tempat yang sama tanpa perkembangan. Pada akhirnya, produktivitas dan kualitas hidup terganggu.
4. Tidak mampu mengendalikan diri dengan baik
Jika kamu berpikir lingkungan sosial hanya diisi dengan orang-orang baik, sudah saatnya merenungkan kembali. Kita tidak bisa menebak arus tantangan yang terdapat di lingkungan sosial. Orang-orang yang awalnya memiliki karakter baik bisa berubah dengan cepat. Apalagi didukung dengan sifat lingkungan yang bersifat dinamis. Kemampuan mengendalikan diri menjadi kunci utama agar tidak terombang-ambing.
Menjadi orang yang gagal menciptakan kehidupan mindfulness, kita harus arus berpikir ulang. Salah satu yang bisa menjadi sebabnya adalah tidak mampu mengendalikan diri. Kita ikut arus dan pengaruh yang bersifat menjerumuskan. Seolah tidak mampu membedakan mana perilaku baik dan buruk.
Memiliki kehidupan yang mindfulness, kita lebih mudah merasakan kebahagiaan. Namun demikian, tidak semua orang mampu membangun kehidupan yang bermakna. Meskipun memiliki sederet pencapaian, tapi tidak terdapat rasa puas. Kondisi ini terjadi karena beberapa sebab, mulai dari validasi sosial yang terlalu berlebihan, sekaligus ketidakmampuan mengontrol diri.