Ada sisi lemah dalam hidup yang bisa membuat hidup kita jadi berantakan. Sisi lemah ini menginginkan supaya kita selalu mendapat pengakuan dan penghargaan dari orang lain. Sisi ini disebut dengan ego.

Setiap orang memiliki ego, kita semua terlahir dengan ego. Pada dasarnya ego tidak selalu negatif karena bisa menjadi suatu hal yang positif asal tahu cara mengendalikannya karena ego terkait dengan harga diri dan kepercayaan diri kita.

Selama ini kita mungkin mengira yang membuat kita tidak sukses adalah karena tidak ada bakat, nasib buruk atau karena kesalahannya orang lain. Padahal sebenarnya adalah karena kita tidak mengenal musuh terbesar kita sendiri yaitu ego.

Ego selalu ada dalam setiap akar permasalahan dalam hidup dan perjalanan dalam mencapai ambisi dan keinginan kita. Oleh karena itu kita akan selalu berusaha untuk bisa membuktikan diri kita ke orang lain untuk dikenal sebagai “sesuatu” atau “seseorang”.

Pembuktian diri ini misalnya dalam hal kekayaan atau uang. Ego memerintahkan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya supaya bisa dipamerkan ke orang-orang atau follower kita apa yang kita miliki yang belum tentu orang lain memilikinya.

Dalam hal pengendalian diri, ego seakan-akan mengatakan bahwa tidak ada orang lain yang benar dan pandai selain diri kita yang paling tahu segalanya. Ego memberitahu bahwa menjadi pusat perhatian itu penting.

Hal inilah yang membuat ego menjadi semakin tinggi yang artinya merasa diri kita lebih baik, lebih hebat dan lebih penting dari orang lain. Ego yang tinggi membuat kita sulit memiliki teman, belajar hal baru, menerima kritik dan memperbaiki diri.

Tanpa disadari perlahan-lahan akan menghalangi menjadi versi terbaik dari diri kita dan menutup berbagai macam kesempatan yang hadir dalam hidup. Ego akan diam-diam menghancurkan dan membuat kita tidak mencapai tujuan hidup yang sebenarnya.

Lalu bagaimana caranya kita melawan ego? Simak beberapa langkah untuk mengendalikan ego berikut ini.

1. Mengenali dan Mengukur Ego dalam Diri Sendiri

Setiap kali ada sesuatu yang hadir dalam hidup kita coba analisa dan kenali ketika ego mulai mengambil alih. Perhatikan bagaimana kita bereaksi dalam berbagai situasi. Terutama saat merasa terancam, tidak dihargai, atau ingin menunjukkan bahwa diri kita yang benar.

Setiap orang memiliki pemicu ego yang berbeda-beda. Cari tahu apa yang dapat memicu ego. Apakah itu kritik dari orang lain, perasaan tidak dihargai, atau keinginan untuk selalu benar? Dengan mengetahui pemicunya, maka kita bisa lebih siap untuk menghadapinya.

2. Mau Terus Belajar

Seringkali ketika kita merasa sudah tahu dan enggan belajar sesuatu yang kita anggap sudah kita ketahui. Jadinya kadang merasa tahu padahal tidak tahu. Paham padahal nggak mengerti sama sekali. Dan akhirnya ego menahan kita untuk belajar sesuatu yang baru.

Padahal ilmu atau pelajaran hidup itu dinamis dan terus berkembang. Belajar tidak berhenti hanya pada saat kita lulus kuliah saja tapi belajar itu seumur hidup. Selalu ada hal yang bisa kita pelajari ada saja hal baru yang kita temui untuk dipelajari.

Kita bisa belajar dari orang-orang yang kita temui atau belajar dari berbagai macam pengalaman hidup kita sendiri. Jangan biarkan ego menghalangi kita untuk terus belajar dan membuat kita terus berada di zona nyaman yang membuat kita tidak bisa berkembang.

3. Mau Menerima Masukan

Seni menerima masukan atau umpan balik (feedback) adalah kemampuan yang penting dalam hidup. Ego membuat kita merasa bahwa diri ini sudah sempurna sehingga tidak perlu masukkan dari orang lain.

Kenyataannya kita juga perlu masukkan dan pendapat dari orang lain walaupun tidak semua masukan harus kita terima. Perlu untuk memfilter masukan apa yang perlu diabaikan karena tidak signifikan untuk kita dan mana masukan yang harus kita dengar yang bisa membuat hidup menjadi lebih baik.

4. Menerima Keterbatasan Diri

Kenali apa yang menjadi titik kelemahan diri. Terimalah bahwa kita memiliki kelemahan karena menjadi bagian penting dari pengendalian ego. Setiap orang memiliki keterbatasan, tidak ada manusia yang sempurna.

Mau mengakuinya merupakan langkah menuju kesadaran diri. Jangan ragu atau gengsi untuk meminta bantuan ketika kita membutuhkannya. Hal ini menunjukkan kekuatan bukan kelemahan.

5. Tahu Saat yang Tepat

Ada saat dimana ego kita ter-trigger dan muncul ke permukaan. Misalnya saat debat, diskusi, mendengar gosip negatif dan omongan orang atau membaca komen di media sosial tentang kita. Rasanya langsung ingin membela diri dan bereaksi dan biasanya selalu penuh dengan emosi dan ego.

Pada waktu ego kita tersentil jangan langsung bereaksi tapi berhenti sejenak tarik nafas panjang, buang pelan-pelan agar semua emosi hilang. Lalu setelah emosi turun dan dapat berpikir lebih jernih kita bisa melihat masalah itu dengan lebih jelas dan tahu apa yang harus dilakukan untuk memberi respon.

Jangan jatuh dalam godaan untuk bereaksi tanpa berpikir apalagi kalau kondisi sedang capek atau stres. Jangan membuang energi sia-sia. Kita harus tahu kapan harus bicara dan kapan harus mengutarakan pendapat.

Dalam diskusi atau debat, fokuslah pada menemukan solusi atau memahami sudut pandang orang lain daripada membuktikan bahwa kita yang benar. Bersikap terbuka terhadap gagasan dan pendapat baru. Hindari argumen yang tidak perlu. Tidak semua perdebatan perlu dimenangkan.

6. Mau Memaafkan

Ego merasa senang menjadi benar dan mempertahankannya adalah dengan cara ini. Oleh karena itu seringkali membuat kita jadi sulit untuk memaafkan orang lain. Bisa jadi orang yang terlibat dalam masalah itu sudah melupakan. Tapi kita masih belum bisa memaafkan dan memilih untuk tetap membenci orang itu.

Pada titik puncak kebencian maka akan seperti kanker yang menggerogoti semua titik terpenting yang baik dalam hidup. Kebencian akan merusak potensi diri kita. Kita menjadi terhambat untuk bisa berbuat banyak kalau terus mengingat-ingat kesalahan orang lain dan mencari cara bagaimana untuk membalas dendam.

Saat memaafkan hati dibiarkan terbuka untuk melepaskan diri dari keinginan untuk menjadi “benar” dan sebaliknya memilih cinta kasih. Kasih itu tidak ber-ego. Inilah jati diri kita yang sebenarnya. Memaafkan orang lain sekaligus maafkan diri kita sendiri.

*****

Mengendalikan ego adalah proses berkelanjutan yang membutuhkan kesadaran dan upaya terus-menerus. Karena bakalan ada orang atau suatu momen yang akan terus menyentil ego kita setiap saat. Perjalanan ini adalah bagian dari pertumbuhan diri yang akan membawa pada kehidupan yang lebih seimbang dan kedamaian.

Bagaimana kita tetap bisa bersikap rendah hati. Pada saat sukses tetap bersyukur saat terpuruk bisa bangkit kembali. Bila ada orang yang menyakiti kita mau memaafkan orang itu. Dan bagaimana kita tahu bahwa kita sudah melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan tanpa perlu ada pengakuan dan validasi dari orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *